Review Film 13 Bom di Jakarta - Ada Kejutan Tersembunyi
Review Film 13 Bom di Jakarta - Ada Kejutan Tersembunyi

Review Film 13 Bom Jakarta - Langit Jakarta mendadak kelabu. Bukan oleh polusi udara, melainkan kepulan asap hitam akibat ledakan bom yang menggelegar. Teror merajalela, 13 bom terpasang di berbagai titik jantung kota, siap meledak setiap 8 jam.

Keadaan semakin mencekam ketika dalangnya, Arok (diperankan dengan dingin dan penuh teka-teki oleh Rio Dewanto), melontarkan tuntutan yang mustahil dipenuhi. Inilah Jakarta yang dihadirkan dalam film terbaru Angga Dwimas Sasongko, 13 Bom di Jakarta, yang berhasil meraih taquilla sebesar 52 miliar rupiah.

Namun, lebih dari sekadar ledakan dan aksi kejar-kejaran yang memacu adrenalin, 13 Bom di Jakarta menawarkan kejutan tersembunyi yang jarang dibahas oleh kebanyakan ulasan. Mari kita meledakkan rahasia-rahasia tersebut, satu per satu.

Pertama, kritik sosial yang cerdas. Di balik aksinya yang brutal, Arok ternyata menyimpan motif yang lebih kompleks dari sekadar penjahat gila. Ia menyuarakan keresahan terhadap sistem keuangan yang korup, menyentil para konglomerat yang kaya raya dari penderitaan rakyat.

Film ini berani memancing diskusi, mengajak penonton untuk mempertanyakan: siapa sebenarnya teroris yang sesungguhnya? Data dari BPS (2023) menunjukkan ketimpangan pendapatan di Indonesia terus meningkat, dengan 1% orang terkaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Film ini seolah menjadi cerminan kegelisahan kolektif masyarakat terhadap realitas tersebut.

Kedua, eksplorasi sisi gelap teknologi. Film ini tak hanya menampilkan gadget canggih untuk merakit bom, tapi juga sisi gelap pemanfaatan teknologi oleh penguasa. Aksi teror Arok bisa dilacak berkat sistem keamanan digital yang canggih, namun di sisi lain, sistem tersebut juga berpotensi disalahgunakan untuk melanggar privasi warga.

Ini menjadi pengingat penting di era keterbukaan informasi, di mana batas antara keamanan dan kebebasan semakin kabur. Berdasarkan survey Lembaga Survei Indonesia (2023), 54% masyarakat Indonesia khawatir dengan potensi penyalahgunaan data pribadi mereka.

Ketiga, pengembangan karakter yang memikat. Tak hanya Arok, karakter lain seperti Argo (Chicco Kurniawan) dan Wibisana (Ardhito Pramono) juga memiliki kedalaman psikologis yang menarik. Mereka bukan sekadar pahlawan atau korban, tapi individu dengan dilema dan motivasi masing-masing. 

Argo, sang analis cerdas, digerogoti rasa bersalah masa lalu. Sementara Wibisana, si pengusaha muda nan ambisius, menyimpan rahasia kelam. Pergulatan batin mereka menambah kompleksitas cerita dan membuat penonton berempati.

Terakhir, sinematografi yang memukau. Adegan ledakan dan kejar-kejaran digambarkan dengan apik, penuh detail dan ketegangan. Namun, yang lebih memukau adalah penggambaran Jakarta sebagai latar belakang cerita.

Kamera menjelajahi sudut-sudut kota yang megah sekaligus menyimpan kesenjangan sosial. Ini menjadi penegasan bahwa teror tak hanya terjadi di ruang hampa, tapi bisa menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat urban.

13 Bom di Jakarta lebih dari sekadar film laga biasa. Ia mengajak penonton berdebar dengan aksi menegangkan, sekaligus berpikir kritis dengan kritik sosial yang cerdas. Jadi, sudahkah Anda siap meledakkan rasa penasaran dan menyaksikan sendiri kejutan-kejutan yang tersembunyi?

Selamat menikmati filmnya!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama